![]() |
google.com |
Lena. Nama perempuan ayu itu. Rambutnya lurus panjang, tanpa rebondingan. Kulitnya putih bersih. Tubuhnya mungil. Kata orang seperti Yuni Shara.
“Boleh aku ikut duduk disini Lena?” tanyaku sedikit takut mengusik lamunnya.
Dia mengangguk pelan.
“Sudah berapa lama kamu membangun alam khayalmu dalam suasana sedemikian ini?”
“Lama, lama sekali.”
Hening.
Kemudian dia meneruskan ucapannya, “sejak orang-orang tersayangku pergi dari hidupku,”
“Tapi aku tidak Lena,”
Dia menoleh, “suatu hari nanti kau akan pergi dariku. Kau akan hidup dengan pengeranmu, membangun istana cinta, melahirkan generasi kehidupan dan mengurusnya setiap saat. Lalu, aku benar-benar sendiri,”
“Aku tak suka dengan kata-katamu,” ujarku ketus, “kamu juga musti memiliki hidup seperti hidupku yang kau deskripsikan tadi,”
“Apa? Hidup dengan pangeranku? Membangun istana? Melahirkan bayi manis dan mengurusnya setiap saat?”
Aku mengangguk pelan.
“Sayang, sepertinya tak ada orang yang bisa memahamiku sepaham kamu denganku.”
“Kamu merasa kesepian bukan?”
Kali ini dia yang mengangguk.
“Lekas ramaikan hidupmu Lena! Sebelum terlambat, mumpung kamu masih di dunia,”
Dia menatapku seksama.
“Kau membangun tembok dalam hidupmu, bukan membangun jembatan. Pantas saja bila hidupmu tak pernah ramai, karena tembokmu menghalanginya,”
Aku pun membawa diriku menjauh. Membiarkan dia bergelut dengan pikirannya, mencerna kata-kataku tadi.
*terinspirasi dari status yahoo koprol “endrawan” (Karena kamu membangun tembok, bukan jembatan)
magelang- home sweet home
0 komentar