Di ujung kesibukanku…
Malam sudah bergerak jauh. Jam di
atas nakas samping kiri tempat tidurku menunjukkan pukul dua belas lebih. Saat
ini lebih tepat kusebut pagi daripada malam hari. Kantuk yang bergelayut di
mataku belum begitu mempengaruhi hasratku untuk terlelap. Entah mengapa. Entah
apa. Entah aku tak mengerti artinya. Tubuhku terbaring begitu saja. Wajahku
menengadah, menatap langit-langit kamarku yang berwarna putih pudar bernoda.
Rasanya ada setitik lelah melesat masuk kesana. Bukan. Bukan tubuhku. Tapi
adalah rasaku.
Oh ya, sejak kemarin setiap hari
aku mulai memiliki kesibukan tetap. Sekarang aku sedang merintis bisnis
handmadeku. Aku menjahit sendiri pernak pernik aksesoris serupa bros, kalung,
dll. Malam tadi aku menekuni jarum, benang, dan renda hingga larut. Nyaris
pukul sebelas ketika akhirknya aku memilih istirahat. Sebelum masuk ke kamar
aku sempat menonton tv sebentar. Tak ada acara yang menarik. Kumatikan dan
masuk kamar. Niatku mau tidur.
Aku selalu benci ketika insomnia
itu menyergapku dalam genggamannya. Kadang memang benar ia membuatku kebanjiran
imajinasi, tapi tak jarang ia sukses membuatku merasa benar-benar kosong.
Dini hari ini. Aku merasa lelah
itu benar-benar sudah merasuki batinku. Tadi, ketika tangan ini masih sibuk
memasukan, mengeluarkan, menarik jarum berbenang, perasaan ceria adalah yang
bertahta. Namun setelah itu. Kala mata mulai pedas ingin beristirahat, ketika
tubuh terasa kaku, hatiku tiba-tiba ngilu. Ada sesuatu yang membuatku merasa
tak lengkap. Ada sesuatu yang membuatku berpikir, apakah kesibukan ini
pelarianku?
Nyaris dua bulan setelah
perpisahan itu. Aku belajar banyak mengenai arti memiliki. Dulu, saat ia masih
dalam genggamanku. Berpisah sepertinya bukan hal yang buruk. Melupakannya? Kupikir
hal yang mudah. Segala sifat dinginnya, cueknya, kupikir akan membuatku tak
kesulitan untuk melanjutkan hidupku setelah tak lagi bersama. Memang tak ada
yang kurang dari segala sisi kehidupanku –kecuali asmara. Organisasi,
penulisan, bahkan bisnis baru yang sedang kurintis. Oh iya, dunia baru –KAMPUS-
sama sekali tidak ada yang kurang.
Tetapi itu semua menurut mereka.
Hidupku memang lebih baik dari
segi selain asmara setelah perpisahan itu. Segalanya yang tampak menggambarkan
keceriaanku, kebahagiaanku. Hatiku? Hanya aku yang tahu. Tapi di tengah rasa
kantuk yang mulai merayap dalam kelopak mataku. Aku menemukannya dalam segumpal
daging di tubuhku. Hatiku. Ya ternyata dia masih diam di sana. Aku menemukan
kesadaranku bahwa rindu dini hari ini memelukku. Aku merasa kesibukan ini
seperti lapangan lari bagiku. Seperti wadah apresiasi bagi kesepianku. Ketidak
aturan dalam duniaku, benar aku rasakan tanpanya.
Dan sebelum aku benar-benar
terlelap, APAKAH KESIBUKANKU INI SEBUAH PELARIAN?
1 komentar
salam super sahabat,
BalasHapustetap semangat dan sukses selalu ya
ditunggu kunjungan baliknya :)